Welcome to My Blog

Jumat, 17 Maret 2017

Untuk kamu.

Rindu, Sungguh.

Sekarang, aku tau
Bagaimana malam merindukan purnama.
Gelap yang menggelapkan,
Manusia yang lebih memilih mengucilkan malam, memilih bersembunyi dan meringkuk diri.

Malam,
Harusnya kau tahan purnama itu,
Kesendirianmu membosankan bukan?

Malam yang membiarkan purnama hilang dengan lebih lapang,
Haruskah aku begitu?
Dengan kelapangan hati.
Agar kau tetap tenang disana.

Hai, bagaimana kamu diatas sana?
Apakah lebih bahagia disana?
Aku harap kamu tidak akan menangis lagi,
Aku tidak pernah melihat mu menangis disini.
Kecuali, saat itu.
Saat rasa sakit itu menyerangmu.
Tapi aku senang sekarang, kau tidak akan pernah merasakan sakit itu lagi.

Hai, aku pikir dari atas kamu bisa melihat dunia yang lebih luas dari apa yang kau ceritakan.
Tapi Kuharap, kau tak melihat ku dalam keadaan seperti ini.
Aku tau, kau akan menghukum siapa saja yang membuatku menangis.
Tapi kali ini, aku mohon jangan.
Tempatku berpulang lah yang kali ini lebih menyakitkan.

Boleh aku memohon?
Ku mohon,
Lihatlah apapun dari atas sana,
Agar kau tau indahnya dunia yang belum kau kelilingi,
Tapi ku mohon,
Jangan pernah lihat yang seperti ini,
Yang begitu menyakitkan.
Karena aku tak ingin hujan itu datang, sebagai bagian dari air matamu dari ketinggian itu.

Peluk yang selalu lebih hangat dari induk.
Senyum yang selalu lebih tulus dari apapun.
Dan perlindungan yang lebih dari sebuah rumah.
For everytime, i just miss you.


( kau ingat?
Tinggal menghitung hari aku dilahirkan untuk dipertemukan denganmu.
Nenek.)
Gomawo.
Kamsahamnida. 😊

Senin, 13 Maret 2017

Ego, Melelehkan salju.

Sungguh,
Terkadang, ego bisa mengalahkan apapun.
Bahkan, Kebahagiaan orang lainpun terenggut dengan teganya.
Terisak dengan kuatnya.
Tertancap begitu dalam.

Bukankah semua bisa dibicarakan dengan sebaik-baiknya perbincangan?
Ayolah, yang Maha Kuasa saja tidak memiliki ego sebesar itu.
Kamu? Yang seukuran jagung saja membesarkan ego sebesar gunung.
Fatal.

(lagi) ego selalu lebih kuat.
Dari mata yang selalu semangat, menjadi mata yang suram.
Kulit yang segar, keriput seketika.
Seperti terbakar oleh teriknya cahaya.
Lalu? Bisa apa sekarang,
Jagat raya yang terkuasai oleh ego,
Seakan berhenti berputar untuk jiwa yang terinjak tanpa bisa berontak.
Diam mungkin itu lebih baik.
Melelehkan salju dimata itu mungkin lebih menenangkan.
Tetap jadi karang wahai jiwa.
Puluhan ombak yang menyerang,
Tergantikan dengan ribuan plangton berlindung.

⚠ ingat.
khawatirkan apapun, asal jangan khawatirkan Kuasa Tuhan.

Minggu, 12 Maret 2017

Senja dan ego.

Aku, mulai menceritakan apapun.
(Lagi) apapun.
Iya, kecuali tentang kamu.
Tidak pernah lagi, kepada siapapun.
Karna aku rasa, yang perlu tau kamu hanya aku dengan Tuhanku.

Senja yang katanya selalu indah jika kita bersama,
Tak lagi,
Jauh lebih indah, jika senja jadi peraduan tentang perpisahan kita dengan Tuhan.
Senja yang selalu menggambarkan pesonanya,
Pantulan mega yang begitu menawan.
Seperti mata yang meneduhkan itu,
Melelehkan air mata saat melihatnya.
Selalu menyadarkan, apapun.
Tentang kamu, yang menguasai diri daripada ego.
Tentang ego, yang terkuasai olehmu.
Dan tentang Tuhan, yang menguasai kamu dan ego.

Selasa, 07 Maret 2017

Kepada Angin..


Selalu,
Bahkan sering.
Bersama angin, menceritakan semua tentang kamu.
Pada dunia imajinasiku,
Yang entah akan beranjak jadi nyata,
Berkat belas kasihan Tuhan.
Atau akan tetap jadi imajinasi semata.
Cukup angin.

Kepada angin,
Semoga tak salah menyampaikannya kabar,
Kebenaran tentang kamu,
Kebenaran tentang aku,
Dan kenyataan tentang kita.

Kepada angin,
Yang lebih menyaksikan,
Kebahagiaan kamu,
Kerindukan aku,
Dan kebodohan kita.

Dan, kepada Tuhan
Yang lebih paham tentang angin,
Apakah dia berbohong?
Apakah dia benar?
Ataukah angin hanya sekedar menghibur.

Dan, kepada Tuhan.
Yang Maha Pemberi Kedamaian.


Loc: Gunung Kelir, Ambarawa, Semarang

Rabu, 01 Maret 2017

Sebatas "ingin"

Terkadang,
Rindu,
Dia lebih hebat dari hembusan angin beliung,
Lebih sengit dari teriknya matahari.
Lebih ganas,
Dari sengatan lebah madu jantan.

Dan lagi ()
Mata teduh itu,
Lebih teduh dari hijaunya dedaunan,
dikampung,
Bulu mata lentik itu,
Lebih lentik dari sikapku.
Kesederhanaan itu,
Lebih dari cukup untukku terus mendoakan mu.

Terkadang,
Ingin ku memelukmu,
Layaknya sikecil memeluk boneka kesayangan.
Lebih erat dan selalu erat.
Menentengnya, kemanapun.
Menikmati setiap waktu,
Menikmati setiap asa, bersama.

Tapi, sekali lagi,
Aku hanya sebatas ingin.
Entah jika memang nyata.
Itu hanya Kehendak Yang Maha Kuasa.

Kamis, 02 Februari 2017

Manusia ya manusia.

Memanusiakan manusia (katanya)

Mengucilkan saat ada kesalahan.
Memerangi karna tak sejalan.
Menendang karena kau anggap tak berguna.

Seperti itukah?
Bahkan bumi saja masih selalu menerima kehadiran matahari meskipun terkadang menyengatkan.

Pikir manusia yang seperti apa?
Maunya manusia yang bagaimana?
Yang selalu tunduk taat dan patuh terhadap mu?
Bukankah kita hanya punya Tuhan untuk meluapkan segala kepatuhan, ketaatan dan kesetiaan ini.

Jauhi manusia yang tidak sejalan denganmu.
Jauhi manusia bodoh yang akan menular kebodohannya.
Tidak.
Tapi jauhi manusia yang tidak pantas dijauhi.
Jauhi manusia, jika kamu sudah merasa dewa.
Manusia itu membaur dengan manusia,
Yang seperti apapun itu manusia.
Itu fakta yang seharusnya.

Senin, 30 Januari 2017

Senja tanpa Cahaya

Seperti purnama yang ditunggu sang putri dongeng.
Berharap keajaiban datang,
Merubah nasib dan keadaan.
Tapi malang,
Purnama hanyalah sebuah cerita fiktif
Sefiktif cerita dongeng
Yang mempertemukan putri buruk rupa dengan pangerannya.

Ini dunia nyata,
Dan nyatanya, semua dilihat karna memang pantas untuk dilihat.
Penampilan yang modis,
Dan kenyataan yang pantas diperjuangkan.

Dan putri buruk rupa yang tereinkarnasi dalam dunia nyata, hanyalah fiktif belaka
Dan pangeran itu, hanyalah ilusi semata.